Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan luar biasa sempurna. Mereka diberikan otak yang bisa digunakan untuk menciptakan hal-hal baru yang sangat membantu dalam kehidupan. Salah satunya adalah teknologi dan tentunya smartphone which is part of technology.
Beberapa bulan yang lalu saya mengangkat tema dari smartphone dalam tugas akhir kursus bahasa inggris saya. Disitu saya membahas betapa bergunanya smartphone dalam kehidupan sehari-hari, sampai pada akhirnya membuat kita bergantung pada smartphone. Bisakah kalian hidup tanpa menggunakan smartphone? saya rasa hal itu sulit sekali dilakukan. Saya sendiri merasakan hal itu. Saya adalah salah satu dari jutaan orang yang tidak bisa hidup tanpa smartphone. Apakah dasar kalian dalam menggunakan smartphone? Smartphone, untuk memenuhi kebutuhan atau hanya untuk gaya hidup (lifestyle)?
Kehidupan kita saat ini menuntut kita untuk lebih fleksibel dalam mengikuti perkembangan teknologi. Hampir semua kegiatan membutuhkan teknologi, saya rasa begitu. Dari hal-hal kecil, misal meng-email tugas, minta dijemput, sampai hal-hal yang berbau bisnis seperti media jual beli online. Kini banyak orang memiliki lebih dari satu smartphones untuk digunakan. Alasannya banyak, karena tidak semua fasilitas didapatkan dari satu jenis merk smartphones. Katakanlah, blackberry. Dahulu banyak sekali pengguna blackberry, dari kelas teri yang cuma pake blackberry murah, sampe orang-orang kaya yang hanya mau pake blackberry porsche. Dan kini, setelah blackberry messenger dapat digunakan di android dan iphone, para pengguna blackberry mulai berkurang. bahkan diantara mereka banyak yang mencacat blackberry. Banyak yang bilang,"Ah, selama ini aku pake blackberry kan cuma untuk BBMan aja, sekarang udah ada di iphone, buat apa pake blackberry?"
Hey, jangan seperti itu! Jangan seperti pepatah, 'habis manis sepah dibuang'. Masing-masing memiliki kelebihan sendiri. Saya sendiri sudah sangat nyaman dengan blackberry saya, dengan segala fasilitas yang diberikan, mulai dari BBM sampai personal data assistant. Saya lebih suka menggunakan blackberry untuk operasional harian saya, karena saya sering sekali typo jika menggunakan produk touchscreen. Saya pernah menggunakan BBM di samsung tab saya, dan jujur aja saya kurang nyaman. Karena BBM di android itu agak aneh tampilannya menurut saya. Yah, mungkin sekarang sudah diperbarui, tapi tetep aja saya merasa lebih nyaman BBMan dengan blackberry saya,
Salah satu dari kelemahan smartphone adalah di mana orang-orang berlomba untuk memiliki smartphone yang terbaik dan (secara tidak langsung) persaingan masing-masing individu pun makin terlihat. Dulu saat saya masih di awal perkuliahan, di kampus saya berjamur oleh blackberry users. Dengan berjamurnya blackberry, hal itu tentu aja seperti menjadi standar. Tidak tertulis memang, namun orang-orang jadi pengen punya blackberry. Bisa karena butuh, bisa karena iri, bisa juga karena murni ingin punya blackberry sejak awal. dan sejak beberapa semester lalu, blackberry sudah tidak terlalu berjamur dikampus saya, berganti menjadi iphone. Setiap orang (terutama wanita) selalu membawa-bawa iphone-nya, bahkan sampe difotoin didepan kaca. Saya nggak tau apa maksud dibalik foto itu, apakah ingin pamer iphone, atau memang ingin memasang foto tersebut karena hasilnya bagus. Tapi saya rasa, itu terlalu mainstream. Saya sendiri tidak tau, apakah saya akan melakukan hal yang sama jika saya memiliki iphone, karena saya juga melakukan hal yang sama dengan gadget saya saat ini.
Salah satu dari kelemahan smartphone adalah di mana orang-orang berlomba untuk memiliki smartphone yang terbaik dan (secara tidak langsung) persaingan masing-masing individu pun makin terlihat. Dulu saat saya masih di awal perkuliahan, di kampus saya berjamur oleh blackberry users. Dengan berjamurnya blackberry, hal itu tentu aja seperti menjadi standar. Tidak tertulis memang, namun orang-orang jadi pengen punya blackberry. Bisa karena butuh, bisa karena iri, bisa juga karena murni ingin punya blackberry sejak awal. dan sejak beberapa semester lalu, blackberry sudah tidak terlalu berjamur dikampus saya, berganti menjadi iphone. Setiap orang (terutama wanita) selalu membawa-bawa iphone-nya, bahkan sampe difotoin didepan kaca. Saya nggak tau apa maksud dibalik foto itu, apakah ingin pamer iphone, atau memang ingin memasang foto tersebut karena hasilnya bagus. Tapi saya rasa, itu terlalu mainstream. Saya sendiri tidak tau, apakah saya akan melakukan hal yang sama jika saya memiliki iphone, karena saya juga melakukan hal yang sama dengan gadget saya saat ini.
Saya ingat, saya memiliki seorang teman. Dia seorang cewek yang kaya raya dan anak tunggal. Dulu saat masih berjamur blackberry di kampus saya, dia hanya menggunakan Nokia yang lumayan stylish, yang katanya sudah dimiliki sejak masih SMA. Saat saya menanyakan, kenapa dia tidak memakai blackberry, dia hanya tersenyum dan menjawab bahwa dia bukanlah orang yang seperti itu. Entah apa artinya 'seperti itu', saya tidak tau. Dan kemudian, saat iphone 4 baru dilaunching, saat harganya masih sama dengan harga iphone 5 saat ini, dia membelinya. Dia mengatakan bahwa dia memang sangat menginginkan iphone karena bentuknya yang stylish dan mewah. Pada akhirnya pun dia menggunakan blackberry juga, namun dia hanya menggunakan blackberry kepler yang biasa. Kalo saya simpulkan, dia menggunakan blackberry hanya untuk kebutuhan karena rata-rata mahasiswa hanya bisa dihubungi lewat bbm (pada saat itu). Dan dia menggunakan iphone karena dia memang murni kepengen, bukan karena iri, bukan karena iphone sudah menjamur (karena saat dia membeli iphone, dikampus saya belum berjamur iphone). Dia bukanlah anak mainstream. Dia menggunakan smartphone untuk kebutuhan, bukan untuk lifestyle.
Saya tidak tau, apakah saya menggunakan smartphone untuk kebutuhan atau gaya hidup. Tetapi yang saya ingat, saya membeli smartphone saat saya telah mampu untuk membelinya. Saya tidak pernah memaksakan untuk membeli smartphone, apalagi sampai meminta ke orangtua--walaupun saya bisa aja meminta. Hanya saja, saat uang saya cukup untuk membeli smartphone, saat itu pula hal tersebut sudah menjamur dikalangan saya, sehingga terkesan mainstream. Dan kini, sangat sulit dibedakan apakah seseorang menggunakan smartphone untuk kebutuhannya atau hanya untuk lifestyle saja.
Sangat tidak salah jika kita memiliki smartphone untuk lifestyle. Bukankah itu hak tiap individu? Dia memiliki uang dan dia berhak untuk membeli smartphone yang dia inginkan apapun alasannya. Saya pun juga begitu. Saat saya (nantinya) memiliki iphone, mungkin itu hanya untuk lifestyle, karena jujur aja saya sudah merasa cukup terpenuhi dengan smartphone yang saya miliki saat ini. Saat kita hidup di era yang bergengsi, lifestyle memang harus terus diikuti seiring berkembangnya jaman. Tapi terkadang saya merindukan kehidupan saat saya masih ABG dulu. Dulu waktu kelas 6sd, handphone saya cuma nokia berlayar putih monophonic yang hanya bisa digunakan untuk telpon dan sms saja. tapi saat itu saya senang sekali, banyak fitur yang mengagumkan buat saya (saat itu), seperti komposer, dance 2 music games, juga bisa mencatat tanggal ulangtahun di kalender dan akan berbunyi saat tanggalnya tiba. Namun, satu yang saya ingat saat itu. Saya tidak pernah autis dengan handphone saya. Saya hanya memegang handphone saat saya membutuhkan, misal membalas sms dan sebagainya, selebihnya saya hanya menaruh handphone saya di meja. Saya juga tidak ingat, kapan saya mulai bergantung pada handphone/smartphone, dimana saya tidak bisa lepas dari itu. Saya kira, sejak saya mulai membuka media sosial melalui handphone saya, pada saat itulah saya mulai sering menggunakan handphone saya--dan berlanjut sampai sekarang. Addicted.
Manusia memiliki kekurangan. Begitupun saya. Saya sebagai manusia--apalagi wanita-- tentu aja ingin tampil maksimal seiring berkembangnya gaya hidup di lingkungan saya. Tapi saya pikir kembali, apakah saat kita telah mengejar lifestyle, akankah itu ada manfaatnya? Manfaat dalam artian apakah saat salah satu terpenuhi, apakah itu akan mengorbankan hal lain (yang lebih penting)? Itu pernah saya pikirkan saat saya ingin sekali menabung untuk membeli iphone. Kemudian saya berfikir, bukankah selama ini saya sudah cukup dengan smartphone yang saya miliki? Bukankah tanpa iphone pun saya masih bisa hidup sebagaimana mestinya, tanpa harus merasa oldschool? Disini saya hanya ingin mengatakan, apapun pilihan kalian, sudahlah. Tak perlu menghina produk lain, apalagi sebelumnya kalian sudah pernah menggunakannya. Tak perlu memandang rendah apapun yang sudah terlewat masanya, karena tak ada untungnya juga untuk kita.
Manusia memiliki kekurangan. Begitupun saya. Saya sebagai manusia--apalagi wanita-- tentu aja ingin tampil maksimal seiring berkembangnya gaya hidup di lingkungan saya. Tapi saya pikir kembali, apakah saat kita telah mengejar lifestyle, akankah itu ada manfaatnya? Manfaat dalam artian apakah saat salah satu terpenuhi, apakah itu akan mengorbankan hal lain (yang lebih penting)? Itu pernah saya pikirkan saat saya ingin sekali menabung untuk membeli iphone. Kemudian saya berfikir, bukankah selama ini saya sudah cukup dengan smartphone yang saya miliki? Bukankah tanpa iphone pun saya masih bisa hidup sebagaimana mestinya, tanpa harus merasa oldschool? Disini saya hanya ingin mengatakan, apapun pilihan kalian, sudahlah. Tak perlu menghina produk lain, apalagi sebelumnya kalian sudah pernah menggunakannya. Tak perlu memandang rendah apapun yang sudah terlewat masanya, karena tak ada untungnya juga untuk kita.
Cheers!