All About Deira

"Wit beyond measure is man's greatest treasure." - ravenclaw

  • Home
  • Profile
  • Read Here
    • Travel
    • All About Marriage
      • Wedding
      • Marriage Life
      • Promil
    • Anak Sekolahan
    • Fiksi
    • Puisi
    • Bucket List
  • Contact Me
  • Sign In

Travel

Marriage

Fiksi

Hello, it's me again.

Lama sekali nggak menulis. Hidupku banyak kesibukan di dunia nyata, sampai terlupa untuk menulis. Tapi kali ini aku akan menyempatkan diri menulis. Seperti Juni yang sudah-sudah, aku pasti akan menulis di bulan kelahiranku.

Juni selalu menjadi spesial setiap tahunnya. Namun, kali ini, di usiaku yang baru, aku tak bisa lagi mengatakan hal yang sama. Juni tahun ini begitu berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena inilah pertama kalinya dalam hidupku, aku melewatkan ulang tahunku tanpa Mama.

Mama meninggal sebulan yang lalu. Akan kuceritakan di blog selanjutnya jika aku sudah siap menceritakannya. Sebelumnya, perayaan ulang tahun di keluargaku selalu hangat. Selalu mengucapkan dengan ceria, lalu akan merayakannya dengan makan bersama di restoran. Selalu begitu. Kali ini, masih sama. Papa, Kakak, dan Adikku ke rumahku. Mengucapkan selamat ulang tahun dengan ceria. Tapi kami sama-sama tau, ada suatu hampa di sana. Mama nggak ada. Dan, yang paling pahit adalah, tanggal ini adalah tepat sebulan Mama pergi. Jadi, tanggal kelahiranku akan terus diperingati sebagai tanggal meninggalnya Mama. Ihwow, sakittttnyaaa!

Namun, di sisi lain, meninggalnya Mama banyak membuka pikiranku. Aku tak lagi takut mati. Aku berusaha keras menjadi sholehah. Aku berbaik sangka kepada Allah. Aku terus meyakini bahwa kehidupan di sana akan lebih baik daripada di dunia jika kita semua taat. Dan, aku yakin kami semua akan dipersatukan lagi di akhirat kelak. Aamiin yaa robbal alaamiin.

Kali ini, aku nggak punya banyak harapan, karena masih bersedih. Tapi aku cuma berharap seluruh keluargaku sehat-sehat dan terus taat di jalan Allah. Aku berharap semoga Allah terus kuatkan aku, berikut dengan imanku, supaya bisa terus mendoakan Mama (dan Papa). Aku juga berharap semoga usiaku bisa bermanfaat bagiku untuk akhirat kelak. Semoga usiaku bisa bermanfaat bagi Mama dan Papaku di akhirat kelak. Semoga apapun diriku saat ini, bisa memberikan amal jariyah bagi orangtuaku, dan juga untukku.

Aamiin. 


pict source

Dari aku, yang sedang berulang tahun,
tapi masih sedih karena Mama sudah nggak ada lagi



Udah lama banget nggak ada update tentang dunia sekolah/perkuliahan. Ya tentu aja, kan setelah saya lulus S1 di tahun 2015, saya udah nggak lagi ngelanjutin sekolah profesi atau S2. Alasan utamanya karena sibuk kerja. Juga belum perlu buat kuliah, karena pekerjaan saya nggak menuntut untuk lanjut kuliah lagi.

Dua-tiga tahun belakangan, saya mulai berpikir tentang ngelanjutin kuliah S2. Nggak ada alasan khususnya, sih. Cuma untuk investasi pendidikan aja, mumpung usia masih relatif muda (IYA, MUDA!), dan juga supaya otak nggak tumpul karena nggak pernah belajar. Lagian, kalo punya ijazah S2, kesempatan bikin usaha di bidang pendidikan bareng kakak jadi bisa lebih terang jalannya, meskipun entah kapan terwujudnya wkwkwk. Oke, back to topic. Tadinya, mau cari beasiswa S2 supaya bisa gratis. Tapi kayaknya nggak memungkinkan, karena saya masih tetep pengen lanjut kerja sambil kuliah. Belum nemu beasiswa untuk karyawan swasta, nih. Akhirnya, saya mantap-mantapkan hati untuk lanjut kuliah dengan biaya sendiri.

Iya, saya tau. Kuliah S2 dengan biaya sendiri itu terdengar kurang keren. Di circle saya, terutama di keluarga dan teman-teman terdekat saya, kuliah S2 itu identik dengan beasiswa. Berhubung otak saya sudah mulai tumpul, ditambah dengan pekerjaan yang masih saya jalani, saya tau bahwa beasiswa itu nggak mungkin saya dapatkan. Tapi, balik lagi ya, karena S2 itu salah satu investasi masa depan, yaa nggak ada salahnya dicoba.

Akhirnya saya mulai hunting. Kriterianya adalah yang (1) murah, (2) kurikulumnya semirip mungkin dengan UGM, (3) membuka kelas sore/weekend, dan (4) akreditasi minimal B.

Setelah pertimbangan selama setahun, saya mantapkan hati untuk ambil Magister Akuntansi di UPN Veteran Jogja. Pertimbangan kuatnya adalah (1) universitas negeri, (2) nggak perlu matrikulasi, (3) kurikulum lumayan mirip dengan UGM, (4) kelas sore/weekend, (5) bisa kuliah online/hybrid dan (6) biaya relatif murah.

Tapi, tentu ada kekurangannya, meskipun bagi saya nggak masalah. Kekurangannya: (1) akreditasi masih Baik Sekali/B/Bukan A, (2) Contoh-contoh case study-nya kebanyakan di bidang pertambangan (karena ciri khas UPN Jogja itu di pertambangan) sementara saya nggak kerja di perusahaan pertambangan, (3) pilihan konsentrasi mata kuliahnya nggak banyak (as of now, hanya Akuntansi Pertambangan, Akuntansi Publik, dan Akuntansi Manajemen).

FYI, S1 saya adalah Akuntansi. Jadi, karena sudah linier antara jurusan di S1 dan S2, di UPNV Jogja ini saya nggak perlu lagi ambil matrikulasi untuk program Magister Akuntansi. Dan, ketika lulus nanti, gelarnya adalah M.Ak.


Well, dengan segala pertimbangan kelebihan dan kekurangan, mari mantapkan hati dan memulai perkuliahan ini dengan bismillah lancar sampai akhir. Dan, buat yang masih galau pengen lanjut kuliah atau enggak, mari didoakan apa yang baik buat diri kita, dan apa yang menjadi prioritas kita. Saya pun sebenarnya sampai sekarang masih ragu apakah bisa mengikuti perkuliahan ini, karena kuliah S2 ternyata beda banget dengan S1. Kita akan dituntut banyak mempelajari studi kasus, diskusi, bedah jurnal dan membahasnya dari berbagai sudut pandang. Kenyang banget deh buat bikin paper dan presentasi tiap pertemuan. Belum lagi jika teman-teman mahasiswa kita kritis dan pintar, sementara kitanya tumpul, pasti insecure banget deh, beneran!. Seperti yang saya alami saat ini di mana teman-temannya yang udah senior pada kritis dan pintar, sementara yang fresh graduate juga ilmunya masih anget di pikiran. Saya udah tumpul, nggak ngerti lagi gimana caranya belajar, tapi seenggaknya saya akan berusaha untuk banyak belajar dari mereka. Hehehe


Wismilak! Bismillah, kuliah lagi sampe selesai. And soon to be Deira, S.E., M.Ak.

Aamiin!!!!



Sudah dua tahun dari terakhir kali saya nulis tentang program hamil. Dan, sampe sekarang saya dan suami masih juga belum dikasih kesempatan untuk punya anak. Sedih, sih. Tapi, ya sudah. Namanya juga takdir Allah. Kita cuma bisa berusaha dan tawakal.

Jujur, menjalani program hamil ini tuh tergantung mood banget. Ada kalanya saya bersemangat sekali untuk program hamil, rajin banget ke dokter untuk cek sel telur dan sebagainya. Tapi, adakalanya juga saya capek dan malas. Rasanya kok nggak selesai-selesai gitu, ya? Kadang suka sedih sendiri, tapi kadang juga suka tegar menghadapi takdir ini. Namanya juga manusia hehe.

Ternyata, sudah 6 tahun lebih saya menikah. Anak menjadi sesuatu yang istimewa bagi kami. Kami rela berdoa lebih sering, merogoh kocek lebih dalam, dan juga meluangkan waktu untuk menjalani program kehamilan. Sudah beberapa dokter saya jelajahi. Sudah beberapa alternatif saya datangi. Mulai dari dokter spesialis obsgyn, dokter andrologi, tes laboratorium yang menyakitkan, akupunktur, pijat hamil, ada pijat akupresur yang juga sakit, minum ramuan-ramuan, vitamin dokter, obat penyubur, USG TransV, semuanya sudah lewat saya jalani. Masya Allah, ternyata sudah sebegini jauhnya saya berjalan.

Perjalanan yang tidak juga membuahkan hasil, akhirnya mengantarkan kami pada satu keputusan yang udah lama disarankan tapi selalu dihindari. Inseminasi Buatan. Akhirnya kami tiba pada bulatnya keputusan untuk inseminasi. Tapi, cerita inseminasi ini nanti akan saya ceritakan di postingan lain. Hari ini, saya cuma pengen sharing tentang perjalanan saya ketemu beberapa dokter SPOG untuk mencari opini tentang infertilitas yang diduga saya dan suami saya alami.


Udah ke dokter mana aja?

1. dr. Enny Setyowaty Pamuji, Sp.OG
Ini adalah dokter pertama yang saya datangi. Referensinya dari sepupu yang sempat promil di sana. Kesan dengan dr. Enny adalah dokternya pinter, tegas, dan komprehensif. Periode kontrol di dr. Enny sekitaran di 2019-2020. Waktu itu, belum ada RS Bunga Bangsa Medika, jadi masih kontrol di rumah prakteknya dr. Enny (di seberang RS yang sekarang). Menurut saya, untuk pemeriksaan awal, dr. Enny cukup memberikan penjelasan yang lengkap, juga pemeriksaan yang cukup bagus. Bahkan, dikasih banyak sekali catatan untuk menunjang program hamil (pantangan makanan, apa aja yang harus dimakan, olahraga, dll). Sayangnya, bagian administrasi dan pendaftarannya kurang bagus. Sistem pendaftaran di waktu itu masih tradisional, kadang molor-molor, dan kadang juga suka meleset perhitungannya. Contoh jeleknya administrasi: kontrol kan berdasarkan masa subur. Nah, bagian admin menghitung masa suburnya dipukul rata di 13-14hari. Kalo untuk pasien baru, okelah. Tapi buat pasien lama, harusnya bisa ngitung dari siklus haid 3 bulan terakhir. Masa kalah sama kalender masa subur yang di hape? Gara-gara ini, saya jadi pernah seminggu kudu 2x kontrol gara2 perhitungan masa subur yang nggak tepat dari adminnya. Antriannya juga buanyak sekali, bisa 2-3 jam sendiri. hiks. Untung dokternya pinter. Mudah-mudahan sekarang sistem administrasinya udah baik ya, karena sayang juga kalo dokternya bagus banget tapi administrasinya buruk.

Di sini, saya sudah melalui pemeriksaan: Progesteron (2x), Analisis Sperma, dan HSG. Semua dilakukan di lab (baca thread program hamil saya di sini). Hasilnya semua NORMAL.

Saat ini, dr. Enny praktek di RS Bunga Bangsa Medika. Dulunya sempat di RS JIH tapi ngga tau apakah saat ini masih praktek di JIH atau enggak. Waktu saya ngecek di webnya JIH sih, sudah tidak ada nama dr.Enny tapi correct me if i'm wrong yah!

Kesimpulan: sel telur baik (kecil-kecil, tapi matang), saluran tuba paten, analisis sperma normal.

2. dr. Rukmono Siswihanto, Sp.OG
Dokter kedua yang saya datangi. Saya cuma dua-tiga kali aja ke sini. Lokasinya ada di Jalan Magelang (Klinik Aulia). Periode ke sini sekitaran di 2021, setelah hiatus program hamil karena covid. Niat awalnya ke sini untuk cari second opinion. Kesan dengan dr. Rukmono adalah dokternya baik banget, lembut, halus, dan memperlakukan pasien dengan sangat-sangat sopan. Di sini, diagnosanya sama seperti dr. Enny, yaitu normal, tapi (sepertinya) dr. Rukmono curiga ada tanda-tanda PCO saat melakukan USG TransV. Bagi dr. Rukmono sih nggak masalah, yang penting kudu olahraga hehe. Di sini antriannya ngga terlalu banyak, tapi cukup lama yah bisa sampe 2 jam (tapi seingat saya ngga separah antrian dr. Enny). Karena prakteknya cukup jauh dan cuma buka praktek seminggu 2x aja, jadi saya nggak lanjut kontrol di sini.

Di sini, saya nggak tes lab apapun karena cuma sebentar aja periode kontrolnya.
Saat ini, dr. Rukmono praktek di Klinik Aulia dan di RS Hermina Jogja.

Kesimpulan: sel telur kecil-kecil tapi matang, ada kecurigaan PCO yang tidak diungkapkan, tidak analisis sperma.

3. Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K)
Dokter Hasto adalah dokter ketiga yang saya datangi. Mulai kontrol di dokter Hasto sejak akhir 2021 sampai sekarang (tapi on-off gitu deh, nggak tiap bulan juga kalo sekarang mah). Saya udah malas balik ke dokter yang pertama karena administrasi buruk, dan enggan ke dokter kedua karena jauh. Plus, penasaran juga sama program hamilnya RSKIA Sadewa. FYI, dr. Hasto ini adalah yang empunya RSKIA Sadewa. Beliau hanya praktek di hari Sabtu dengan bayaran seikhlasnya. Bener-bener seikhlasnya dimasukin di kotak mirip kotak amal. Yang seikhlasnya hanya jasa dokternya aja, kalo ada resep dan pengen sekalian ditebus di sana, kita hanya bayar obatnya aja. Masya Allah banget ya?

Ketika memulai program hamil dengan dokter Hasto, seperti biasa kita akan diwawancara di bagian administrasi. Pertanyaannya cukup detail, meskipun enggak sedetail di dokter Enny ya. Di sini bagian administrasinya cukup baik dan antriannya sudah online. Bisa ambil antrian via web, dan nggak perlu repot-repot telpon atau SMS. dr. Hastonya juga baik, meskipun kurang detail. Di sini, dr. Hasto menyimpulkan bahwa saya ada PCO yang ringan, tapi dr. Hastonya nggak khawatir, jadi saya cuma dikasih penyubur aja supaya sel telurnya gede. 

Ketika jadwal kontrol saya bener-bener PAS di masa subur, bisa dicek perkembangan sel telurnya apakah sempurna atau tidak. Selama saya promil dengan dokter Hasto, awalnya sel telur saya nggak pernah bisa tumbuh besar. Hingga akhirnya, dari bulan ke bulan, akhinya sel telur saya bisa lumayan sering tumbuh normal, walaupun cuma ada satu sel telur dan besarannya mepet dengan batas bawah. Kalo lagi minum obat penyubur tuh sel telurnya bisa gede seperti orang normal dan nggak mepet batas bawah (which is nggak setiap siklus saya minum obat ini, karena kadang dokter Hasto pengen lihat perkembangan sel telur tanpa dipacu penyubur). Kadang-kadang juga sel telurnya nggak berkembang sempurna yang berimplikasi pada telatnya menstruasi saya. Karena saya bisa tiap minggu kontrol di dr. Hasto untuk ngecek sel telur pakai USG TransV, jadinya saya lumayan bisa mengenali siklus reproduksi saya. Misalnya, cairan yang keluar saat masa subur dibandingkan dengan besaran sel telur yang berkembang. Jadi lumayan rada pinteran dikit buat bisa mengenali masa subur sendiri.

Saat ini, dr. Hasto hanya praktek di Sadewa IVF Center di hari Sabtu.

Kesimpulan (sebelum inseminasi buatan):
sel telur baik (kecil tapi matang), sel tuba paten (masih pake hasil HSG 2019) ada gaya-gaya PCO ringan yang kemudian diralat menjadi tidak PCO, hasil analisis sperma teratozoospermia tetapi tidak menghambat program hamil

Kesimpulan (setelah inseminasi buatan):
sel telur baik (kecil dan matang), tes ulang HSG 2024 dan saluran tuba kanan tersumbat, dan dikasih metformin sama dr. Hasto.

Next, saya akan tulis lagi perjalanan program hamil pasca inseminasi buatan.

4. dr. Agung Dewanto, Sp.OG, subsp.FER, Ph.D
Di awal program hamil saya dengan dr. Hasto, saya sempat sekali ke dr. Agung. Waktu itu, saya kira saya bisa pindah-pindah dokter asalkan masih tetap di IVF Center Sadewa, tanpa harus ngulang lagi dari awal. Ternyata, meskipun di tempat yang sama, kalo ganti dokter tetep aja ngulang dari awal (diwawancara ulang, lalu dicek semuanya dari awal, dan blablabla). Jadi, ternyata tetep kudu konsisten sist! (kecuali memang mau pindah dokter atau mau cari opini lain).

Tapi karena sudah terlanjur daftar dokter Agung, akhirnya saya cobain aja deh kontrol dengan beliau. Di luar dugaan, ternyata dr. Agung lebih detail daripada dr. Hasto. Di bagian pendaftaran aja, ketika wawancara, pertanyaannya juga lebih banyak dan lebih detail dari dr. Hasto. Ketika ketemu dengan dokternya pun, ternyata lebih detail, karena saya di USG TransV ketika sedang haid. Tapi, jadinya saya kurang nyaman hiks. Meskipun begitu, banyak sekali detail-detail yang dijelaskan oleh dr. Agung. Dan, karena kontrol dengan dr. Agung, suami saya jadi ngulang lagi tes sperma dan jadi ketahuan kalo sperma suami leukositosis dan teratozoospermia. 

Hmm.. gara-gara nulis tentang dr. Agung, jadi kepikiran pengen program hamil bareng beliau hehehe.

Saat ini, dr. Agung praktek di Sadewa IVF Center dan Klinik Infertilitas Permata Hati (RSUP dr. Sardjito).

Kesimpulan: tidak ada (karena cuma kontrol 1x), tetapi mendapat rujukan ke dokter andrologi.

5. dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG
Saya nyobain kontrol dengan dr. Alfaina di akhir 2022 sampai awal-awal 2023, karena hasil teracuni temen saya yang berhasil hamil dengan beliau. Berdasarkan pengalaman di IVF Center Sadewa, yang mana harus konsisten dengan dokter, akhirnya saya ngeburu dr. Alfaina di RS-RS di mana beliau praktek. Saya inisiatif pake buku promil sendiri supaya punya record dengan dr. Alfaina, meskipun berubah-ubah RSnya. Awalnya di AMC lalu di PKU Gamping, lalu akhirnya balik lagi ke AMC hehehe. Kesimpulannya, ternyata program hamil di AMC lebih nyaman dan lebih murah daripada di PKU hahaha! Tapi, di AMC pendaftarannya nggak secanggih di PKU atau Sadewa. Mirip-mirip di dr. Enny dulu, cuma bedanya ini bisa via WA. Dan daftarnya ngga bisa jauh-jauh hari. Lumayan deg-degan juga ya, takut nggak kebagian nomor antrean.

Oke, balik ke dr. Alfaina. Seperti biasa ya, ngulang lagi ditanya-tanya seputar per-promil-an, udah ke dokter mana aja, udah tes apa aja, dan lain sebagainya, berikut dengan hasil tesnya yang dicopy untuk diamati oleh dokter. Setelah nunggu berjam-jam, akhirnya saya masuk ke ruangan dokter. Saat itu lagi haid hari kedua, dan di USG TransV. Tetep nggak nyaman, tapi karena dr. Alfaina baik dan lembut banget, akhirnya saya bisa lumayan rileks. Next, lanjut kontrol saat masa subur buat dipantau sel telurnya (saya lupa apakah saya minum obat penyubur atau enggak). Di sini, dokter Alfaina bilang kalo saya nggak ada tanda-tanda PCO karena sel telurnya normal-normal aja. dr. Alfaina juga meresepkan vitamin (ovacare) untuk saya dan oligocare untuk suami. Setelah satu atau dua siklus (lupa tepatnya) dan masih belum hamil juga, akhirnya dr. Alfaina menyarankan untuk inseminasi. Pertimbangannya karena dianggap normal dan tidak ada sumbatan tuba (hasil HSG tahun 2019). Hasil sperma suami juga masih bisa untuk hamil alami. Bahkan, saat itu saya bener-bener memastikan ke dr. Alfaina apakah saya PCO dan harus minum obat untuk menormalkan hormon, tapi katanya nggak ada PCO. Tapi karena nggak hamil-hamil juga, jadinya disarankan inseminasi. Karena waktu itu saya belum siap untuk inseminasi, akhirnya saya mundur deh dan balik lagi kontrol di dr. Hasto untuk rutin cek sel telur.

Saat ini dr. Alfaina praktek di RS AMC Muhammadiyah, RS PKU Muhammadiyah Gamping, dan RS PKU Muhammadiyah Bantul.

Kesimpulan: sel telur baik, saluran tuba paten, suami masih terato, tidak ada PCO. Disarankan inseminasi buatan.

6. Prof. dr. Moch. Anwar, M.Med.Sc., SpOG (K)
Prof. Anwar adalah dokter senior yang jadi salah satu pemimpin Morula IVF cabang Jogja. Saya udah sering banget dengar nama Prof. Anwar, karena saudara saya pernah operasi kista dengan beliau. Tante saya juga selalu kontrol kehamilan dengan Prof. Anwar. Tapi, saya nggak pernah kepikiran untuk program hamil ke beliau. Baru deh, ketika sudah putus asa di 2023, akhirnya saya coba promil ke Prof. Anwar.

Prof. Anwar adalah pemilik RSKIA Bhakti Ibu. Saat ke sana, RSnya sepi banget. Tapi di luar dugaan, perawatnya baik dan cukup informatif. Wawancaranya nggak terlalu detail, dan hasil lab saya juga dicopy untuk diamati oleh dokter. Kesan saya terhadap Prof. Anwar adalah beliau halus dan lembut sekali. Hanya aja, saya kurang nyaman ketika USG TransV dengan beliau. Terbiasa disiapkan USG TransV oleh perawat/bidan dan dokter hanya tinggal memantau sambil menggerakkan alatnya (kondisi bagian bawah sudah tertutup selimut). Di sini, Prof. Anwar yang menyiapkan langsung USG TransV, jadi personally agak kurang nyaman hehehe. Kontrol di sini cukup lengkap, mendapatkan buku panduan dari morula juga. Saya di sini kontrol selama dua siklus, dan hasilnya mirip dengan dr. Alfaina, yaitu berakhir dengan tawaran inseminasi. Di sini, saya mulai mempertimbangkan untuk inseminasi dan mulai membandingkan ke beberapa klinik dan dokternya. Sama seperti dr. Alfaina, saya memastikan lagi ke Prof. Anwar tentang PCO, dan beliau bilang bahwa tidak ada PCO di saya.

Kontrol di sini lumayan mahal, karena dokternya sudah profesor dan senior. Tapi untuk biaya inseminasinya (di Bhakti Ibu) kurang lebih sama saja dengan klinik atau RSKIA lainnya.

Saat ini, Prof Anwar praktek di RS JIH (khusus di Morula IVF) dan di RSKIA Bhakti Ibu.

Kesimpulan: sel telur baik, saluran tuba paten (HSG 2019), suami masih terato, tidak ada PCO. Disarankan inseminasi buatan.

7. dr. Estya Dewi Widyasari, SpOG
Masih belum puas dengan opini dokter-dokter yang berpengalaman, akhirnya saya mencoba ke dr. Estya yang praktek di Wirobrajan. Ini adalah rekomendasi dari istrinya mantan yang kontrol kehamilan di sini, katanya dokternya halus lembut dan biayanya terjangkau. Oke, akhirnya saya coba kemari.

Di sini, dokternya meminta saya kembali ke dr. Hasto :') Katanya, lebih baik promilnya dilanjutkan dengan dokter Hasto, dan disarankan untuk inseminasi buatan atau tiup rahim. Mengkonsumsi obat penyubur (seperti dipthen atau profertil) ternyata ada masanya, dan dikatakan tidak efektif jika sudah melebihi limit (misal diminum 6x siklus berturut-turut, cmiiw). dr. Estya tidak bisa mengakomodir inseminasi dan tiup rahim di kliniknya, sehingga disarankan untuk kembali ke dr. Hasto saja. Hiks.

Kesannya adalah, dokter ini baiiiik banget! Halus banget dan nggak pelit informasi. Beliau bisa menjelaskan selengkap dokter Enny dengan kelembutan seperti dr. Alfaina. Masya Allah. Langsung saya tandain dr. Estya buat jadi pilihan kontrol ketika saya hamil nanti, meskipun lumayan jauh dari rumah hehe.  

Saat ini, dr. Estya praktek di RS Panti Rapih, RS Siloam, dan di Klinik pribadinya di Jl. Hos Cokroaminoto (Wirobrajan)

Kesimpulan: tidak ada (karena cuma kontrol 1x), tetapi mendapat rekomendasi inseminasi buatan.

8. Dr. dr. Shofwal Widad, Sp.OG, Subsp.FER
Ketika akhirnya saya mempertimbangkan untuk inseminasi, di akhir 2023 saya memutuskan untuk kontrol dengan dr. Widad. Dokter yang satu ini sudah sangat terkenal dengan antriannya yang membludak sehingga butuh waktu berbulan sebelumnya untuk bisa booking antrean. Saya mantau terus di antrian Sadewa juga Permata Hati, dan akhirnya kebagian antrean di Klinik Permata Hati Sardjito. 

Klinik Permata Hati berada di dalam kawasan RSUP dr. Sardjito. Sistem antriannya online, tapi nanti diurutkan lagi sesuai kedatangan. Petugas pendaftarannya baik dan pertanyaannya lumayan detail (tapi ga kayak dr. Enny, kesimpulannya adalah wawancara pendaftaran di dr. Enny adalah yang terlengkap). Tapi database di sini bagus banget, karena mereka bahkan tau kalo saya lahirnya juga di RSUP dr. Sardjito hehe. 

Ketika bertemu dr. Widad, langsung di USG TransV dan saya juga nggak pake basa-basi langsung bilang mau inseminasi sekaligus menceritakan riwayat per-promil-an. dr. Widad juga nggak banyak basa-basi, langsung aja menerangkan proses inseminasi berikut dengan tindakan pre-postnya.

Karena mau inseminasi di Sadewa, jadinya saya ngehubungin admin dan dicarikan antrian online tercepat. Biasanya yang mau inseminasi dapat antrian khusus, selebihnya yaaa ngantre kayak biasanya. Makanya saya shortcut aja ke Permata Hati dulu untuk janjian sama dr. Widad supaya nanti ke Sadewanya bisa langsung bilang kalo udah janjian hahaha!

Kesan dengan dr. Widad, beliau nggak banyak bicara, nggak banyak bercanda, serius tapi santai, sopan, dan penjelasannya sangat jelas meskipun irit-irit bicara. Tipe-tipe dokter yang menyenangkan buat saya karena saya sendiri nggak terlalu suka dokter yang judes tapi juga nggak suka dokter yang kebanyakan bercanda. dr. Widad bener-bener mempresentasikan dokter yang pas banget buat saya, meskipun saya juga suka sama dr. Hasto dan dokter-dokter lainnya juga hehe.

Saat ini, dr. Widad praktek di Sadewa IVF Center dan Klinik Infertilitas Permata Hati (RSUP dr. Sardjito).


***


Anyway, selain dokter obsgyn, berikut ini adalah dokter Andrologi yang pernah kami kunjungi. Buat yang masih belum aware dengan dokter Andrologi, mereka adalah dokter spesialis reproduksi pria. Kalo mau konsultasi tentang reproduksi wanita kan ke dokter kandungan (obsgyn), nah kalo reproduksi pria namanya dokter Andrologi.


1. dr. Seso Sulijaya Suyono, Sp.And
Pertama kali ke dokter andrologi adalah ke dr. Seso. Dapat rujukan dari dr. Agung untuk analisis sperma, dan karena hasilnya kurang baik (saat itu teratozoospermia 1% dan leukositosis), akhirnya kami berkunjung ke dr. Seso di Sadewa IVF Center.

Kesan dengan dr. Seso adalah komunikatif, penjelasan jelas, dan banyak memberikan opsi. Sepanjang kami berobat ke dr. Seso, rasanya cukup oke meskipun ternyata vitamin dan obat-obatannya mahal banget, dan solusi yang diberikan cukup membuat kami berpikir (misalnya: terapi hormon injeksi, inseminasi, atau operasi varikokel, dll). dr. Seso juga sangat baik untuk memberikan nomor HPnya supaya kami bisa bertanya via WA. Dari dr. Seso kami belajar bahwa ternyata persiapan program hamil itu harus dipersiapkan sedini mungkin dari kedua pihak (suami dan istri). Selama ini kan yang dicek selalu istri duluan, kan? Jarang banget ada yang program hamil trus ujug-ujug langsung ke Andrologi, pasti sebelumnya dapat rujukan dari Obsgyn terlebih dahulu kaya saya gini. Dan setelah terapi hormon dengan dr. Seso, sperma normal suami lumayan ada kenaikan walaupun masih terato. dr. Seso juga cukup konservatif sehingga menyarankan kami untuk segera inseminasi karena keluhannya tidak hanya pada suami terato, namun juga dari istri yang PCO (dari diagnosa awal dr. Hasto).

Ketika kami pada akhirnya inseminasi, dr. Seso adalah dokter yang in charge dalam mereparasi sperma suami, dan interaksinya sangat baik dan menenangkan kami. Penjelasannya (seperti biasa) komplit dan komunikatif, sehingga dari kami tidak ada keraguan sama sekali.

Saat ini, dr. Seso praktek di Sadewa IVF Center dan RSIA Gladiool (Magelang).

Kesimpulan: suami teratozoospermia dan ada varikokel, istri PCO ringan (pakai diagnosa awal dr. Hasto), disarankan inseminasi buatan.

2. Dr. dr. Dicky Moch. Rizal, M.Kes, Sp.And, AIFM
Ketika dr. Dicky masih praktek di Sadewa, pasiennya selalu penuh. Kami nggak pernah bisa kebagian antrian. Makanya, ketika akhirnya bisa dapat jadwal dari dr. Dicky, rasanya happy dan excited banget. Penasaran, kayak apa sih penjelasan dokternya?

Ternyata, dr. Dicky sangat-sangat komprehensif. Mungkin karena beliau juga seorang dosen, jadi semua penjelasannya berdasarkan hasil penelitian/jurnal yang sudah teruji klinis. Kami ditanya panjang kali lebar tentang tujuan kami sebenarnya apa? Karena kalo mau hamil alami, dengan sperma terato ini masih sangat bisa. Tapi jika ada kondisi rush yang menyebabkan promil jadi harus disegerakan (misal usia, atau lainnya), yaa silakan saja inseminasi. Indikator kesehatan sperma itu tidak hanya ditentukan dari hasil akhirnya, apalagi untuk kasus suami adalah terato, yang mana bentuk sperma tidak normal. dr. Dicky juga mempertimbangkan aspek-aspek lain (misalnya volume, total sperma motil, sperma progresif, dll), sehingga membuat kami agak sedikit bernapas lega. Konsultasi dengan dr. Dicky bisa cukup lama (sekitar 15-20menitan, bahkan pernah kami konsul sampe setengah jam sendiri), karena dr. Dicky benar-benar menjelaskan dengan lengkap bahkan menunggu pertanyaan dari kami. Puas banget rasanya, sayang banget sekarang dr. Dicky udah enggak di Sadewa lagi (pas banget bertepatan dengan jadwal insem kami, dr. Dicky sudah tidak praktek di Sadewa hiks).

Saat ini, dr. Dicky praktek di RS JIH, Morula IVF, Klinik Infertilitas Permata Hati (RSUP dr. Sardjito), dan RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Kesimpulan: suami teratozoospermia, tapi diyakini dr. Dicky masih bisa hamil alami.


***

Wheeeuw, lumayan banyak juga ternyata. Semoga bisa bermanfaat buat kalian yang lagi cari referensi dokter obsgyn dan dokter andrologi untuk program hamil. Dan semoga bagi pejuang garis dua, kita bisa disegerakan untuk bisa hamil dan punya anak dari rahim kita sendiri. AAMIIN YAA ROBBAL ALAAMIIN!


Semangat!


 

Tuhan, aku terlalu cinta dia.

Aku nggak pernah bisa melupakan angan-anganku tentangnya. Tapi aku bukan siapa-siapa. Bahkan, dia mungkin nggak pernah tau bahwa aku ada di dunia. Lalu, apa yang harus kulakukan?

Aku nggak berdaya melawan perasaan yang menggebrak jiwaku. Meronta ingin keluar dan menyatakan semuanya tentang dia. Namun, aku tak kuasa. Jadi, aku harus bagaimana?

Mungkin, aku harus menerima bahwa tidak ada kisah yang bisa sempurna. Seperti getar cinta yang tak terbalas, mungkin aku harus menelannya dalam-dalam. Sebuah hati yang hanya bisa mencintai tanpa mungkin bisa berharap kembali. Meskipun rasanya semua sudah membuncah hebat, dan tak sanggup lagi aku tahan.

Namun, aku harus bagaimana? Aku terlalu cinta dia dan mungkin rasa ini terlalu indah untuk kuakhiri.

Selamat jalan cinta, walau teramat sangat perih. 


(inspired while listening to Terlalu Cinta by Rossa and Terlalu Indah by The Rain)





Aku menulis lagi untukmu. Karena kamu kembali.

Aku sudah berhasil melupakanmu. Mencoba menyisihkan semua yang ada dalam dirimu. Semua sedihmu yang pernah aku peluk dalam, lalu sekuat tenaga kugenggam. Menawarkan sebuah penghiburan untuk kerapuhanmu. Lalu, tiba waktunya kamu pergi. Dan aku harus berjuang keras untuk bisa melepaskanmu. Hingga aku benar-benar lupa. Hingga aku bisa melihatmu tanpa harus jatuh cinta.

Namun, kamu kembali dalam wujud lama. Masih sama, masih berdiri tegak dan membuatku kembali ke masa lalu. Membawa rasa sedihmu, yang selalu membuatku tak tega untuk membiarkannya. Membuatku kembali mengingatmu, yang sudah lama sekali berhasil kulupakan. Yang, tadinya, sudah bisa kulihat dengan cara yang berbeda. Namun, kamu kembali lagi. Menawarkan sebentuk rasa yang sama seperti waktu itu. Dan, aku kalah telak. Tak sanggup melawan apa yang kamu berikan. Semua pelukmu menjadi terasa. Semua kecupmu kembali menghangat. Semuanya tidak sanggup aku lepas lagi.

Namun, kamu hanya fana. Kamu kembali hanya untuk membuatku sakit hati karena tidak pernah bisa kusimpan di sini. Jadi, untuk apa kamu datang jika hanya menggoreskan perih? Aku bahkan tak pernah memintamu untuk kembali datang, biarpun sebentar. Tapi, kamu datang menggenggam semua yang pernah ada. 

Semuanya hanya perih. Semuanya hanya terasa menyesakkan. Hingga aku harus menumpahkannya lagi, di sini. Di satu-satunya media di mana kamu bisa kulepaskan untuk bisa kembali lupa. Menyimpan kenanganmu di sini, sebagai bukti bahwa kamu pernah menyakiti. Sungguh, apakah harus begitu caramu? Mengapa harus datang jika hanya melukai? Jika rasa sedihmu bisa hilang dengan cara menyakitiku, apakah harus begini caranya?

Entah sampai kapan rasa ini akan menggangguku. Tapi, jika itu membuatmu bahagia, maka teruskan saja. Aku akan terus berusaha melepasmu, meskipun entah seberapa keras lagi harus kucoba. 


I hate you, L.






Semenjak menikah, saya masih tetap stay di rumah orangtua, karena saya dan suami masih belum punya rumah sendiri. Setahun setelah menikah, baru lah kami bisa punya rumah sendiri pake cicilan. Rumahnya jauh, di pelosok desa, di jalanan berbukit, dan jauh dari fasum. Berhubung saya dan suami masih long distance marriage saat itu, karena suami juga kerja di Cilacap sementara saya kerja di Jogja, jadi kami mengurungkan niat buat pindah rumah. Daripada saya sendirian di rumah sejauh itu, ya kan? Rumah itu akhirnya kami kontrakan saja supaya tidak mubazir.

Setelah itu, suami berhasil pindah kerja ke Jogja. Kami tetap nggak bisa pindah rumah karena rumahnya masih dalam masa kontrak. Ketika itu, kami berangan-angan untuk bisa punya rumah di dekat-dekat kota saja, mengingat rumah kami jauhnya ampun-ampunan. Tapi, entah kapan terwujudnya, karena harga rumah di Jogja kan udah mahal banget. Dalam masa-masa kepengen punya tanah di kota, tiba-tiba kami kayak kejatuhan duren, karena Om saya menawarkan tanah warisannya untuk dijual ke kami. Harganya jauh di bawah harga pasaran. Jaraknya juga dekat sekali dari rumah Ibu saya, hanya sekitar 50 meter. Masih satu gang juga. Karena kebetulan cicilan rumah kami yang di pelosok desa sudah lunas, maka kami memberanikan diri untuk kembali mencicil tanah Om saya, dan juga membangun rumah di atasnya. Alhamdulillah banget, setelah berbulan-bulan pembangunan rumah, akhirnya jadi juga dan sekarang adalah waktunya saya pindah rumah.

Berbulan-bulan sejak pembangunan rumah, saya bener-bener excited dan nggak sabar supaya rumahnya bisa segera jadi. Saya bersemangat sekali, mulai dari menggambar denah rumahnya, mencari referensi fasad, mencari kontraktor, juga mengawasi langsung pembangunannya. Selama 5 tahun berumah tangga, akhirnya ada kesempatan di mana saya bisa segera tinggal berdua aja dengan suami. Alhamdulillah.

Waktu pindahan akhirnya tiba. Kami mengemasi barang-barang kami. Banyak sekali kardus-kardus yang sudah dipak, juga aneka macam barang-barang yang sudah dibeli, semuanya dibawa pake jasa angkut (padahal cuma ngesot doang nyampe). Siang hari, saat lagi mindahin barang dan sortir-sortir kardus, suasana hati masih ceria dan bersemangat. Bahkan, rasanya udah nggak sabar pengen melalui hari-hari di rumah baru. Tapi, begitu malem tiba, suasana hati berubah jadi mellow. Di rumah baru itu sepi banget, cuma berdua. Sementara, biasanya di rumah orangtua kan rame, yah. Ada kucing, ada kakak adek, dan kami sering banget becanda-becanda sampe ngantuk. Kadang juga nonton Netflix bareng di kamar kakak. Sekarang, apa-apa berdua. Sepi. Dan, hati rasanya nggak nyaman. Hiks.

Saya tau, rasa ini pasti akan datang dan kemudian berlalu. Homesick itu sudah pasti. Apalagi, seumur-umur, saya nggak pernah bener-bener 'pergi' dari rumah. Kalopun pergi (misalnya merantau atau ke rumah suami di Cilacap), saya pasti bakal balik lagi ke rumah orangtua. Nah, pindah rumah kali ini bakal terasa beda karena saya bakal 'pergi' selamanya dari rumah orangtua. Kalopun ke rumah ortu, jatuhnya cuma berkunjung/bertamu aja. Bukan yang 'tinggal' di sana lagi. Hiks hiks , kok makin mellow ya?

Saya cuma pengen rasa ini segera berlalu. Saya pengen nggak usah pake sedih-sedihan segala. Wong cuma deket juga kok! Tapi, gimana lagi kalo rasanya di hati malah makin sedih? Namanya hidup baru dan menikah, pasti akan ada masanya untuk hidup sendiri. Banyak kok, yang udah mulai hidup sendiri dari muda, dari kuliah dan ngekos sendiri. Apa-apa sendiri. Termasuk suami saya. Makanya dia happy-happy aja waktu pindah rumah. Beda dengan saya yang 'anak mami' dan seumur-umur nggak pernah jauh dari orangtua. Jadi, ya udah deh. Tetep saya kudu melewati 'rasa' ini. Rasa nggak nyaman dan sedih di hati. 


Nggak pa-pa. Masih bisa kok sering-sering nginep di rumah Mamah. Kapan aja bisa, asal pelan-pelan bisa mandiri hidup di rumah sendiri.


Huwaaaa... MAMAAA!! :'(




Lagi musim penerimaan mahasiswa baru, nih, kayaknya. Sepupuku (yang jaraknya 13th sama aku), lagi dag dig dug nungguin pengumuman penerimaan di Universitas yang dia impikan. Jangan tanyain nama penerimaannya, ya, karena aku nggak tau istilahnya. Kalo di jamanku dulu, sih, namanya masih UM dan SNMPTN. Ada juga PBS (jalur undangan) di UGM. Tapi, yup, that was 13 years ago (APAAH? 13tahun????). Jaman udah berubah. UM UGM entah apakah masih disebut seperti itu atau udah ganti istilah. Ya ampun, cepat banget jaman itu berlalu :') seems like yesterday, yah?

Sepupuku lagi bener-bener deg-degan karena dia pengen banget keterima di Universitas itu. Bahkan sampe curcol ke aku, padahal dia jarang banget cerita-cerita. Kebayang, sih, dia pasti nggak karuan banget. Gelisah, overthinking, dan nggak bisa tidur nungguin pengumuman besok. Persiapannya udah sangat matang, bimbel hampir tiap hari, dan dia ikut try out terus sebelum ujian. Well, girl, you will pass this tho :)

Aku juga pernah merasakannya waktu itu. Bedanya, waktu itu aku bener-bener pemalas.Sukanya bolos sekolah, nggak pernah bikin peer apalagi belajar! Badung banget! Udah gitu, waktu orangtua marah dan menuntut aku supaya bisa keterima di Universitas negeri, aku malah playing victim. Seolah-olah kayak aku udah si paling berusaha, kayak si paling tertekan, wah pokoknya drama banget, deh! Nih, ada buktinya karena dramanya aku abadikan di blog ini juga, hiks.



Nah nah nah, iya, kan? Pake bawa-bawa Tuhan yang menentukan segala, padahal aku yang malas. Tapi, yah, begitulah aku dikala remaja. Pengennya jadi orang sukses, tapi malas. Untungnya, bertahun-tahun kemudian, aku belajar banyak tentang hidup ini (tsaah, sa ae lu!). Jadinya, nggak perlu drama-drama lagi di kehidupan sekarang. Dulu, banyak-banyak ngerasa tertekan gara-gara orangtua. Padahal, kalo sekarang aku jadi orangtua, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama. Astagaaa, Deiraa! Parahnya!

Tapi, semua itu sudah 13 tahun berlalu. Euforia yang dulu pernah kurasakan, kini sudah bergulir ke sepupuku. Rasanya hanya bisa senyum-senyum sendiri, melihat dia khawatir dan ketar-ketir, sementara dulu sekali aku pernah merasakan hal yang sama. Permasalahan remaja yang masih di seputaran cari Universitas yang paling baik versinya. Ah, jadi kangen masa-masa itu :') Aku juga jadi ikutan excited nungguin pengumumannya, sambil terus nyemangatin dia supaya bisa lebih optimis (which I never got it when I was in that situation mehehehe). Yah, sometimes we just need people to cheer up on us when we were in a bad mood. Tapi, nggak pa-pa. Mungkin orang-orang dulu udah pada muak sama aku yang kebanyakan drama wkwkwk. Dan, sekarang, aku cuma pengen jadi sahabat remaja yang baik. Yah, itung-itung menebus kebadunganku dulu yang nggak pernah bisa nurut sama orangtua. Jadi, sekaranglah saatnya jadi cheerleader buat sepupuku supaya lebih semangat lagi. Kalo nanti gagal, yahh nggak pa-pa. Masih bisa nimba ilmu di Universitas lain. Percaya deh, walaupun awalnya berat dan nggak terima dengan keadaan, tapi lama-lama kita akan berproses untuk menerima dan memaafkan diri sendiri.

Ah, masa, sih? Yup, I've been there :)


So, semangattt, Mbak! (Yes, I call my little cousin 'Mbak' because she is the eldest in her family)
You will get through this!
And I believe, what you've done will give you the best result. If the result is not good for you now, believe me that it will be best result for you later :)

You go, girl!!

Cheers,



Di tengah kepenatan kerja, tiba-tiba saya kepikiran untuk pergi ke Tugu Jogja. Selain belum pernah ke sana, saya juga pengen merasakan suasana sore di pinggiran Tugu sambil duduk-duduk dan melihat kendaraan lalu-lalang. Untungnya, waktu itu Vido pulang cepet, jadinya kami bisa langsung cuss ke Tugu Jogja.

Kami ke sana naik motor, supaya lebih gampang cari tempat parkir. Setelah beberapa saat, akhirnya kami sampai. Suasana lalu lintas cukup ramai, tapi di pinggiran Tugu masih sepi. Hanya ada beberapa orang yang juga sedang menikmati sore sambil berfoto-foto dan mengobrol santai.

Saya berhenti di spot Tugu Golong Gilig. Ah.. Akhirnya kesampean juga menginjakkan kaki di sini. Seumur-umur, baru sekali ini saya bisa duduk di Tugu. Padahal, dulu banyak sekali temen-temen saya yang tengah malem pada ke sana dan berfoto langsung di Tugu Jogjanya. Zaman saya sekolah dulu, orang-orang masih bisa manjatin Tugu Jogja. Sekarang, alhamdulillah, sudah ditertibkan. Jadi, enggak ada lagi, deh, yang bisa manjatin Tugu Jogja. Selain bikin macet, dilihat-lihat juga kurang enak, tsay!

Setelah merekam-rekam dan berfoto-foto, saya dan Vido memutuskan untuk duduk-duduk salah satu bangku yang ada di Tugu Golong Gilig. Ngobrol santai sambil lihat kendaraan lewat dan menikmati angin sepoi-sepoi. Matahari udah mulai turun, jadi cuacanya cukup teduh. Plus, cahaya matahari berkilauan di balik gedung, jadinya bikin view makin cantik. Uhuyy, lumayan lah bisa dapet momen di sini.

Sedikit info ya, supaya rada berguna dikit. Konon, Tugu Golong Gilig ini adalah bentuk asli dari Tugu Jogja yang sekarang berdiri di tengah simpang empat tersebut. Dulu, Tugu Golong Gilig ini dibangun setahun setelah Keraton Yogyakarta berdiri, sebagai simbol persatuan dan kesatuan. Namun, karena ada gempa hebat di tahun 1800an, akhirnya Tugu Golong Gilig rusak parah dan terbengkalai selama bertahun-tahun (di masa Sri Sultan HB VI). Baru, deh, di masa Sri Sultan HB VII, Tugu Jogja dibangun ulang, meskipun ada perbedaan dengan desain sebelumnya. Itulah yang akhirnya menjadi simbol kota Jogja saat ini, yaitu Tugu Pal Putih alias Tugu Jogja yang saat ini berdiri di tengah kepadatan masyarakat Jogja. 

CMIIW ya, guys! Semua info di atas hanya sebatas pengetahuan yang saya tahu saja. Lebih lengkapnya bisa baca-baca sendiri di area Tugu Golong Gilig, atau langsung ke websitenya Jogja/Keraton. Mihihi.


Semakin sore, orang-orang semakin banyak berdatangan. Saya dan Vido memutuskan untuk berjalan-jalan ke arah barat, menyusuri trotoar dan berbelok ke Pasar Kranggan. Di sore hari, Pasar Kranggan banyak menjual aneka makanan yang bisa dinikmati di lantai dua, sambil melihat jalanan kota Jogja di sore-malam hari. Sayangnya, waktu itu nggak sempat terfoto. Saya juga nggak makan di sana, karena lagi pengen makan di angkringan. Mungkin lain kali, ya? Di sekitar Tugu juga ada restoran dan kedai kopi yang menyediakan tempat khusus di lantai dua yang menghadap langsung ke arah Tugu. Buat yang pengen nongkrong-nongkrong cantik sambil ngupi-ngupi ditemani pemandangan Tugu dan jalanan Jogja, bisa banget nyobain ke sini.

Balik lagi ke perempatan Tugu, akhirnya saya memutuskan makan di Angkringan Mbak Lina, di sebelah Monumen Tugu Golong Gilig. Sudah lamaaa sekali nggak makan di angkringan, sekalinya makan langsung di pusat kota Jogja. Hehehe. Harga makanannya standar, tentunya lebih mahal daripada angkringan pada umumnya, tapi masih cukup terjangkau, kok! Maklum, lah, namanya juga di area pusat kota dan wisata, pasti harganya beda dengan angkringan di emperan toko, ya kan?

Saya makan nasi kucing 2 bungkus, dan ambil beberapa macam sate-satean. ENAK BANGETT! Jangan lupa minta dibakar dulu sate-sateannya, ya, supaya lebih panas. Tehnya juga wangii, jadi diminum tawar pun juga enak!

Berhubung hari udah mulai gelap, akhirnya kami mutusin buat pulang. Padahal, semakin malam, orang-orang mulai pada berdatangan. Pokoknya rame, deh! Overall, saya suka banget bisa menyempatkan untuk datang ke Tugu Jogja. Suasananya asoy, bersih, nggak ada penjual/pengamen yang lalu-lalang (tapi entah kalo malem yah?), pokoknya syahdu banget, deh! Buat yang belum pernah, wajib banget nyobain dateng ke sini untuk sekedar duduk-duduk santai, foto-foto, bikin konten, atau bahkan hanya untuk makan di restoran atau angkringan di sekitar Tugu. Saya sendiri mungkin akan balik lagi ke sini suatu saat nanti. 

Benar ya, kata orang? Jogja itu memang ngangenin, hehehe!

Cheers,



Older Posts Home

Search In This Blog!

ABOUT ME

I want everything in my mind being frozen because I've realized that I can't go back. I do not have time machine, so I create mine here.

CONTACT FORM

Name

Email *

Message *

LABEL

#BucketListDeira 1 Minggu 1 Cerita Cerita Deira CURHAT FIKSI HOBI JALAN-JALAN KULINER LOVE STORY MARRIAGE LIFE MUSIK OPINI PROMIL PUBLIC INTEREST PUISI SCHOOL and COLLEGE SEKAPUR SIRIH WEDDING

I AM A PART OF

1minggu1cerita

Blog Archive

Powered by Blogger.

Popular Posts

  • The saddest June around the time
  • Kuliah Lagi
  • Private Beach at Pantai Dadapan, Gunung Kidul, DI Yogyakarta

Oddthemes

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates