Manusia tidak ada yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Tuhan. Dan dengan segala kesempurnaannya, Tuhan menciptakan manusia dengan sesempurna mungkin. Tapi banyak manusia yang tidak menyadari hal itu. Seringnya, manusia hanya bisa mengeluh tanpa berfikir betapa di luar sana masih banyak manusia-manusia lain yang kurang sempurna dibanding dirinya sendiri. Manusia kadang lupa menyadari bahwa seharusnya mereka bersyukur dengan apa yang telah diberikan pada mereka.
Di tempat saya bekerja part-time, saya sering bertemu dengan seseorang yang tuna wicara dan rungu. Namun baru kali ini saya tau bahwa dia ternyata seorang mahasiswa. Saya tidak mengenalnya, namun sebersit haru merambat hati saya saat melihatnya. Dia berusaha berbicara pada saya. Karena saya kesulitan memahami, dia mengisyaratkan untuk meminjaminya kertas dan pulpen untuk menulis. Di tulisan itu, dia menulis. Maaf, saya tuli, begitu tulisnya. Kemudian dia menyampaikan apa yang ingin disampaikan melalui tulisan. Saya sungguhan terharu. Seketika itu juga saya tersadar bahwa saya sangat tidak mensyukuri apa yang telah diberikan pada saya. Belum lama saya mengeluh karena kulit saya gosong karena matahari pasca liburan. Baru kemarin saya mengeluh karena tubuh saya yang mulai gendut (lagi). Dan detik ini saya sadar, bahwa apa yang saya keluhkan tidak ada gunanya. Untuk apa saya mengeluh untuk sesuatu yang tidak penting? Dia yang tuna rungu-wicara saja bisa mencoba bersosialisasi dengan orang lain, berusaha menempuh pendidikan normal yang selama ini tidak terpikirkan oleh saya. Saya tidak pernah berfikir sedikitpun bahwa seorang yang kurang sempurna dibanding manusia lain ternyata bisa berdiri sejajar dengan yang lainnya. Saat saya melihat logo pada jas almamaternya, dia pun kuliah di universitas yang cukup ternama di kota saya. Sungguhan saya terpana. Sungguhan saya kagum. Saya kagum akan tekadnya. Tiba-tiba saya malu dengan saya sendiri yang seharusnya bisa menjadi lebih baik tanpa harus mengeluh. Malu karena saya kurang bisa bersyukur.
Saya jadi teringat sesuatu. Kalau malam sudah mulai tiba dan larut sudah menjelang, saya suka mendengar suara krincingan di sekitar perumahan saya. Kadang diselingi suara "pijat! urut!". Kalau saya suka mengintip dari jendela, ternyata si tukang pijat itu seorang tuna netra. Mereka, dengan tongkat penuntun ditangannya, berjalan dari rumah ke rumah menawarkan jasa pijat. Hati saya teriris-iris. Untuk mendapatkan penghasilan mereka harus capek-capek berkeliling dan menawarkan jasa. Sudah capek jalan, belum tentu dapat pelanggan (karena sudah larut malam), dan kalaupun dapat, dia harus capek-capek memijat dan mengurut. Tarifnya pun (mungkin--berdasarkan informasi) hanya seikhlasnya. Ditambah mereka hanya tuna netra, berjalan saja agak sulit karena penglihatan yang kurang sempurna.
Kadang saya berfikir, betapa Tuhan itu Maha Kuasa. Tuhan menciptakan makhluknya dengan hati yang tegar. Mau berusaha apapun supaya hidupnya menjadi lebih baik. Mungkin mereka tidak menyadari bahwa Tuhan telah menyiapkan segala sesuatu yang lebih baik bagi mereka. Bagi usaha yang telah mereka lakukan. Di tiap semangat mereka, ada better life yang menunggu mereka kelak. Ada berkah dari Tuhan di tiap langkah mereka. Tiap rupiah yang dihasilkan si tuna netra, tiap ilmu yang didapatkan si tuna rungu, tiap jerih payah dan tetesan keringat mereka, pasti Tuhan akan memberikan balasan kebaikan untuk mereka kelak.
Bukankah lebih baik bagi kita untuk selalu bersyukur? Segalanya bisa dimulai dengan syukur. Menunduklah, maka kalian akan melihat sesuatu yang membuat kalian mengucap syukur atas keadaan yang kalian dapatkan.


0 komentar