Naik-naik Ke Puncak Gunung..

Di lingkungan sepermainan saya sedang ngehits-ngehitsnya main ke gunung. Yap, beneran gunung, yang naik-naik ke puncak gunung itu! Entah cewek, entah cowok, entah Merapi, entah Mahameru, semuanya berangkat ke gunung!



Memang banyak sekali anak muda yang suka banget ke gunung. Ada yang memang pecinta alam, ada yang cuma pengen nyobain dan cari pengalaman, ada juga yang naik gunung hanya karena keren-kerenan aja. Ada-ada aja. Iya, ada-ada aja. Pokoknya asal udah naik gunung, udah jadi anak paling hits se Jogja! hahaha

Jangan salah, saya pun ingin sekali naik gunung. Karena pada dasarnya saya juga mencintai alam. Bukan karena ikut-ikutan ya.. Sejak awal kuliah, saya udah pingin sekali naik gunung. Entah gunung apa saja, yang penting naik gunung. Saya ingin merasakan gimana serunya berjalan berkilo-kilo dengan jalanan yang menanjak. Pasti seru. Saya ingin merasakan gimana rasanya menatap mahakarya Tuhan di puncak tertinggi. Wiih cakep! Apalagi ada film 5 cm, bikin makin pingin naik gunung. Dulu, waktu film 5 cm keluar, jujur aja sih, saya nonton karena artisnya cakep-cakep. Di tambah waktu SMA, novel 5 cm pun ngehits banget, pada banyak yang baca. Saya sendiri kurang begitu suka dengan ceritanya, yaaa sukaa siiiih, tapi bukan novel favorit saya gitu ya. Tapi nggak saya pungkiri, visualisasi dalam film 5 cm bikin saya makin ngiler pingin naik gunung. Apalagi saya suka sekali sama yang namanya jalan-jalan atau traveling. Seriusan, penasaran banget seperti apa rasanya. 

Terlepas dari film 5 cm, saya memang punya keinginan untuk main ke gunung. Tapi yah, apa daya kalo kepentok restu orangtua. Papa saya membolehkan saya pergi ke mana aja, mau keliling Indonesia juga boleh, asal nggak pergi ke gunung! Hah, yang bener aja! Takut gua mati di sana, nanti jasad gua nggak bisa dibawa pulang, gitu katanya. Huh! Keinginan main ke gunung pun diurungkan, biar pun tawaran membanjir tiada henti. Berhubung saya anak manis papa sayang alias sweet child of papa's yang nggak pernah melawan perintah orangtua yakan yakaaaan, jadinya saya selalu menolak tawaran ke gunung. muehehehe

Sempat saya ngobrol dengan beberapa teman yang memang pecinta alam sejati. Mereka bilang, naik gunung itu capek banget. Jalan berkilo-kilo, medan yang nggak menentu, belum lagi kalo ujan dan lain-lain, sangat-sangat-sangat beresiko. Tapi semua akan terbayar saat sudah berada di puncak. Indahnya bukan main. Dan, sebenarnya, justru jalan yang melelahkan itu lah yang membuat naik gunung itu jadi sangat menarik. Itu kata mereka. Yahh, saya kan cuma iya-iyain aja, habisan nggak pernah ke gunung sih! Ke gunung Purba, Nglanggeran aja saya belum pernah. Hiks, oh papa.. duhai papa.. kalo papa baca ini, maka izinkan lah anakmu ini berangkat ke gunung..

Oh iya, ngomong-ngomong soal puncak gunung. Biasanya, mereka yang udah berada di sekian ribu meter di atas permukaan laut akan melakukan hal ini. Berfoto sambil memegang kertas yang bertuliskan perasaan hatinya. Entah ke orangtua, ke teman, atau ke pacar. Bahkan, konon katanya, ada yang ngelamar pacarnya pake cara itu. Nulis di kertas bertuliskan,'Dear my sweetheart, will you marry me? -puncak gunung blablabla xxx mdpl.' dan memfotonya dengan latar awan dan puncak gunung yang, sumpah, bagus banget. Sweet banget ya? Katanya lagi, buat melakukan hal itu, butuh perjuangan sampe ke puncak. Yayayaya, it's really sweet. But, it's too mainstream kali ya.. Sepertinya, saat ini, orang-orang yang pernah ke gunung pasti juga pernah berfoto dengan gaya seperti itu. Dasar, pamer! *makian seorang perempuan yang gagal naik gunung kemudian iri dengan siapapun yang pernah ke gunung* hiks hiks.

Enggak kok, saya nggak iri. *pembelaan*. Saya cuma pingin ikutan menikmati ciptaan Tuhan dari puncak gunung, udah gitu aja. Sekaliiiii aja, dan setelah itu enggak lagi juga nggak papa kok. Hiks

Jadi, kapan ya bisa naik ke gunung?

Note: Sekalian saya pingin buktiin, beneran nggak ya banyak pohon cemara di sekitar area gunung? Seperti di lagu itu kan, kiri-kanan kulihat saja banyak pohon cemaraaaa ha ha

0 komentar