Totto-Chan, Gadis Cilik di Jendela

Cerita Totto-Chan pertama kali saya baca ketika saya duduk di bangku SMP. Saya ingat bahwa saya sangat terkesan oleh cerita itu. Saat itu, saya berpikir bahwa buku non-fiksi ini begitu menginspirasi dan menyentuh hati saya. Dengan kisah sekolah dan masa kecil seorang gadis yang tidak menyadari perang dunia di atas langit negaranya, membuat saya penasaran dengan kejadian nyata di masa itu. Totto-Chan begitu membekas di hati saya. Bahkan, saya sampai menggunakan judul buku ini sebagai password media sosial saya selama bertahun-tahun.

Lalu, beberapa minggu yang lalu, saya kembali membaca cerita ini. Kebetulan di Twitter sempat ada yang memposting tentang Totto-Chan, yang membuat saya teringat lagi dengan buku ini. Kali ini, saya membacanya dengan pelan dan sepenuh hati. Dan, saya menutup buku ini dengan perasaan yang campur-aduk di hati. Banyak hal yang saya rasakan dalam cerita ini, yaitu tentang Totto Chan, Mr. Kobayashi, Mama, Tomoe Gakuen, dan Perang Dunia II. Namun, sebelum saya menuliskan perasaan saya tentang mereka, terlebih dahulu saya akan menuliskan sinopsis tentang kisah Totto Chan di sini.

Totto Chan adalah gadis kecil yang baru menginjak kelas satu sekolah dasar. Dia memiliki rasa penasaran dan kepedulian yang sangat tinggi untuk anak seusianya. Rasa penasaran inilah yang kemudian membuat guru-guru di sekolahnya kewalahan dan tidak bisa menghadapinya. Totto Chan suka sekali dengan meja di kelasnya, yang bisa dibuka tutup, lalu kemudian dia akan sering sekali membuka-tutup mejanya. Tentu itu membuat gurunya kesal. Selain itu, Totto Chan akan duduk di jendela, menunggu pemusik jalanan lewat di depan sekolahnya. Saat pemusik jalanan lewat, Totto Chan akan berseru memanggilnya, dan memintanya memainkan lagu. Anak-anak sekelasnya jadi tertarik untuk menonton dan tentu saja itu menyebabkan pelajaran di kelasnya jadi berantakan. Akibat dari ulah-ulahnya, Totto Chan sering dihukum berdiri di depan kelas, dan akhirnya dikeluarkan dari sekolah.

Mama begitu panik karena Totto Chan dikeluarkan. Namun, Mama tidak mengatakannya pada Totto Chan. Mama hanya berkata bahwa Totto Chan akan pindah di sekolah baru. Totto Chan begitu bersemangat menyambutnya, sementara Mama begitu cemas karena takut sekolah baru ini tidak mau menerima Totto Chan. Namun, Mama tetap melangkah dan mendaftarkan Totto Chan ke Tomoe Gakuen.

Sosaku Kobayashi adalah Kepala Sekolah sekaligus pemilik Tomoe Gakuen. Beliau adalah laki-laki yang sangat mencintai anak-anak dan memiliki pola pendidikan yang berbeda dibanding sekolah lainnya. Ketika Totto Chan tiba di Tomoe, Mr. Kobayashi menyambutnya dan meminta Mama untuk meninggalkan mereka berdua. Totto Chan dibiarkan berdua dengan Mr. Kobayashi untuk bercerita tentang apapun selama 4 jam penuh. Mr. Kobayashi mendengarkannya tanpa ada rasa bosan, dan setelahnya langsung menerima Totto Chan menjadi murid Tomoe Gakuen. Sementara Totto Chan merasa sangat bahagia, karena dia bisa bicara selama 4 jam penuh di depan orang dewasa dan orang tersebut sama sekali tidak bosan dengan ceritanya, bahkan orang tersebut justru menanggapi apa yang Totto Chan ceritakan :)

Totto Chan memulai hari-harinya di Tomoe Gakuen dengan suka cita. Dia berkenalan dengan Yasuaki Chan, teman satu kelasnya yang mengidap polio. Dia juga terkagum dengan kelasnya yang terbuat dari gerbong kereta. Sistem belajar di Tomoe juga berbeda. Mereka dibebaskan untuk memilih sendiri urutan pelajaran yang akan mereka pelajari di hari itu. Mereka juga tidak wajib duduk di bangku tertentu, melainkan mereka bebas duduk di mana saja di dalam kelas dan belajar apapun yang mereka mau. Saat makan siang, mereka akan berkumpul di aula untuk menyantap bekal yang dibawa, yang harus memenuhi "sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan". Jika murid-murid tidak membawa sesuai dengan syarat tersebut, maka Mr. Kobayashi akan memberikan lauk "Laut" atau "Darat", sesuai dengan kebutuhan mereka.

Totto Chan melalui hari-harinya di Tomoe Gakuen dengan banyak sekali hikmah di tiap-tiap kejadiannya. Totto Chan bisa bermain dengan teman-teman sekolahnya (termasuk teman-temannya yang cacat lahir seperti Yasuaki atau Takahashi Chan), merayap di pagar berkawat duri (dan membuat celana dalamnya selalu robek), menyaksikan gerbong baru datang ke Tomoe, berdoa di kuil, berkemah di aula, memiliki pohon sendiri, piknik ke sumber air panas, berenang bersama teman-temannya tanpa baju renang, dan lain sebagainya. Totto Chan (dan murid-murid di Tomoe) belajar untuk mengembalikan lagi sesuatu pada tempatnya, membuang dan memungut sampah ke tempat sampah, merapikan lagi sesuatu yang setelah digunakan, dan semua itu mereka pelajari dengan cara yang berbeda. Misalnya, Mr. Kobayashi membiarkan mereka mencoret-coret lantai aula sepuas-puasnya, lalu setelah itu mereka harus membersihkan dan mengepelnya. Juga ketika Totto Chan menggali kotoran di kakus untuk mencari dompetnya yang jatuh di kakus, Mr. Kobayashi membiarkannya namun beliau berkata,"Kau akan mengembalikan semuanya seperti semula, kan?", yang akhirnya membuat Totto Chan mengembalikan lagi semua kotoran itu ke dalam kakus setelah pencariannya selesai. Totto Chan juga belajar berempati kepada teman-teman, juga menekan ego ketika sesuatu yang dia sukai harus ditinggalkannya. Contoh, ketika Totto Chan sedang suka-sukanya pakai pita rambut, namun Miyo Chan menjadi merengek kepada Mr. Kobayashi (yang juga merupakan ayahnya Miyo Chan) untuk dibelikan pita namun tidak bisa menemukan pita yang sama di manapun. Dengan sedih Mr. Kobayashi meminta Totto Chan untuk tidak memakai pita itu lagi supaya Miyo Chan berhenti merengek, dan Totto Chan langsung mengerti kemudian meninggalkan pita itu di rumah.

Mereka terus belajar dan mereka bertumbuh mencintai Tomoe Gakuen. Murid-murid Tomoe sangat suka bersekolah di Tomoe dan sangat menyayangi Kepala Sekolah. Mereka asyik dengan kehidupan di Tomoe yang penuh dengan kasih sayang, kepedulian, dan kepercayaan diri. Mereka tidak menyadari bahwa perang sudah mulai mendunia dan bom-bom sudah siap dijatuhkan dari langit Tokyo.

Cerita berakhir dengan kisah sedih. Yasuaki Chan meninggal. Rocky, anjing kesayangan Totto Chan, ikut menghilang. Ketakutan akan perang dunia sudah menyelimuti seluruh kota. Tomoe Gakuen pun akhirnya tak luput dari dampak perang. Tomoe terbakar habis akibat bom yang dijatuhkan dari langit Tokyo. Mr. Kobayashi sangat sedih karena sekolah itu dibangun dengan uangnya sendiri. Tidak diceritakan lebih lanjut tentang Tomoe, namun cerita berakhir dengan Totto Chan yang berada dalam kereta pengungsian, pergi meninggalkan Jepang yang sudah jadi incaran perang dunia.

Saya menutup buku dengan perasaan yang beraneka macam. Rasanya seperti nggak bisa move on dari cerita ini. Banyak sekali pelajaran berharga yang saya dapatkan dalam satu buku ini. 

1. Totto Chan

Totto Chan adalah anak yang istimewa. Bahkan, dari saya SMP, saya bertekad pengen punya anak seperti Totto Chan. Entah kenapa, beberapa sifat Totto Chan tercermin dalam diri saya, seperti: memiliki rasa penasaran yang tinggi, peduli dengan teman-teman, sayang banget sama hewan peliharaan (literally sayang buangett), pembuat onar tapi baik hati, bar-bar tapi penuh kasih sayang, dan suka bertanya apapun itu. Pembedanya hanyalah, Totto Chan memiliki masa kecil yang istimewa, sementara saya berlika-liku dianggap anak nakal hehehe. Oke, back to her yah! Totto Chan adalah bukti nyata seorang anak baik yang berada dalam pendidikan yang tepat sehingga bertumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan penuh cinta. Nggak kebayang kalo Totto Chan tetap berada di sekolahnya yang lama, pasti dia akan dianggap anak nakal, terus-terusan dihukum, bahkan mungkin akan mengalami krisis kepercayaan diri. Dia akan dianggap sebagai anak bermasalah dengan mental yang tidak terdidik, dan ketika itu terjadi, akan berdampak buruk pada Totto Chan ketika dewasa nanti. Namun, Totto Chan justru tumbuh sebaliknya. Begitu percaya diri dan penuh dengan rasa cinta dan peduli kepada sesama. Berkat bantuan orang-orang terdekatnya (Mama, Mr. Kobayashi, dan teman-temannya di Tomoe), Totto Chan bertumbuh menjadi anak yang sangat-sangat baik dan istimewa. Bahkan, sampai hari ini, Totto Chan (yang bernama asli Tetsuko Kuroyanagi) telah menjadi pribadi yang sangat baik hati, peduli dengan sesama, sukses, dan banyak sekali kegiatan-kegiatan kemanusiaan yang telah dia datangi. Bahkan, Totto Chan pernah, lho, ke Aceh saat Tsunami 2005, hanya untuk menjadi volunteer dan menghibur anak-anak yang berada di sana. Long live, Totto Chan!!

2. Mama

Sosok yang sangat penting dari cerita ini, adalah Mama. Mama yang tidak pernah menganggap Totto Chan nakal, namun begitu khawatir dengan tumbuh kembang anaknya di sekolah (karena Totto Chan dianggap nakal oleh gurunya). Bagi saya, Mama begitu hebat karena bisa sangat memahami Totto Chan. Mama tidak pernah memberi tau Totto Chan bahwa dia dikeluarkan dari sekolah (dan baru memberitaukan ketika Totto Chan sudah dewasa). Mama juga selalu percaya dengan perkataan Totto Chan. Mama mengizinkan Totto Chan untuk bebas berekspresi, termasuk tidak memarahinya ketika celana dalamnya yang selalu robek akibat merangkak di bawah pagar berduri. Mama adalah sosok nyata yang sangat-sangat berperan besar dalam kehidupan Totto Chan. Tanpa Mama, Totto Chan tidak akan menemukan kepercayaan diri, bahkan mungkin menjadi anak yang bingung dan tidak kenal dirinya sendiri. Memiliki Mama dalam kehidupan Totto Chan membuat Totto Chan menjadi pribadi yang baik hati, penuh cinta, tidak malu bertanya dan percaya diri. Terima kasih Mama, telah membawa Totto Chan ke Tomoe Gakuen. Terima kasih Mama, telah percaya dengan Totto Chan dan membiarkannya hidup di dirinya sendiri. Tanpa Mama, buku ini mungkin tidak akan pernah ada. 

3. Mr. Sosaku Kobayashi

Sosok yang tak kalah penting dan menjadi sentral dalam sudut pandang Totto Chan adalah Mr. Kobayashi. Beliau adalah Kepala Sekolah sekaligus pemilik sekolah Tomoe. Ketika sekolah-sekolah lain sibuk mengembangkan ilmu kedisiplinan dan kurikulum yang rumit, Mr. Kobayashi menawarkan sesuatu yang begitu sederhana namun sangat bermoral tinggi di Tomoe Gakuen. Pendidikan dasar yang berlandaskan budi pekerti, empati, dan rasa cinta yang diajarkan melalui kegiatan-kegiatan yang, tanpa murid-murid sadari, telah membentuk kepribadian mereka secara tidak langsung. Mengajak berkemah di dalam aula, mengadakan jurit malam, pergi ke pemandian air panas dan juga ke pantai, semuanya dilakukan oleh Mr. Kobayashi demi memberikan pesan tersirat yang akan dipahami oleh murid-muridnya kelak ketika mereka dewasa. Mereka bebas memulai pelajaran apapun di sekolah, dengan tujuan untuk menggali minat bakat si murid. Mereka boleh mencoret-coret lantai aula lalu wajib membersihkannya setelah selesai, dengan tujuan supaya si murid tidak mencoret-coret di sembarang tempat. Mereka berenang tanpa pakaian, dengan tujuan supaya murid-murid yang cacat fisik tidak malu bergabung dengan mereka. Mereka bersekolah memakai baju usang, supaya mereka bebas mengeksplorasi alam di lingkungan sekolah tanpa takut merasa bersalah ketika baju mereka kotor atau robek. Banyak sekali pelajaran-pelajaran sederhana yang diajarkan Kepala Sekolah, yang begitu mudah dipahami oleh murid-murid, dan tertanam dalam diri mereka. Sejujurnya, saya ingin sekali memiliki guru seperti Mr. Kobayashi, yang benar-benar memperhatikan tumbuh kembang anak didiknya. Mr. Kobayashi sangat hebat. Totto Chan (dan semua murid Tomoe) beruntung memiliki Mr. Kobayashi sebagai Kepala Sekolah mereka, yang sangat peduli dengan mereka dan berdedikasi mengajarkan semua hal baik kepada mereka. Pantas saja, Mama begitu tenang dan percaya dengan Mr. Kobayashi. Saya sedih sekali begitu sampai di part Tomoe Gakuen terbakar. Dengan begitu, Kepala Sekolah akan sulit mendirikan sekolahnya lagi karena membutuhkan uang yang banyak. Dan benar saja, Tomoe tidak pernah dibangun lagi. Mr. Kobayashi sempat mendirikan Taman Kanak-Kanak sebelum akhirnya pergi meninggalkan dunia di tahun 1963, tanpa sempat mendirikan kembali Tomoe Gakuen. Tomoe Gakuen lenyap dan tidak pernah terwujud lagi, namun ketulusan dan kecintaan Mr. Kobayashi terhadap anak-anak akan tetap abadi dalam buku ini.


Saya menutup buku ini dengan air mata yang mengering. Jujur aja, membaca buku ini di usia dewasa begitu berbeda dengan saat saya membacanya di SMP dulu. Ketika membaca part-part tertentu, saya merasa sangat terharu dan menangis. Seperti ketika Rocky menggigit telinga Totto Chan (dan setelahnya begitu menguras air mata), lalu cerita tentang Masow Chan yang mengharukan, juga ketika Totto Chan hanya bisa menyanyi "Yuk Kunyah Baik-Baik" saat sedang menengok serdadu perang yang terluka, belum lagi cerita tentang Yasuaki Chan meninggal dan Rocky menghilang, dan mungkin masih ada beberapa part yang membuat saya menangis ketika membaca buku ini. Banyak hal terjadi dalam masa kecil Totto Chan, yang bagi saya, tidak akan pernah cukup diceritakan dalam satu buku. Namun, tentu saja ini sudah cukup menjadi bukti bahwa Tomoe Gakuen benar nyata dan terjadi dalam hidup Totto Chan. 

Banyak hal yang saya pelajari dari buku ini. Banyak sekali inspirasi yang saya dapatkan dari Totto Chan. Saya cuma bisa berterima kasih kepada "Totto Chan" alias Tetsuko Kuroyanagi, karena telah berkenan menuliskan semua ini. Banyak hal yang kemudian bangkit dari hati saya, dan membuat saya percaya bahwa semua anak-anak, jika berada di tangan yang tepat, akan tumbuh menjadi anak yang baik. 

Seperti kata Kepala Sekolah kepada Totto Chan, berulang kali:
"Kau benar-benar anak baik, kau tau itu, kan?"




0 komentar