Hujan



Saya masih tidak menyukai hujan. Lebih tepatnya takut. Saya takut suara hujan yang besar, menggelegar, dan terdengar keras di telinga saya. Seakan-akan langit akan runtuh. Saya selalu takut jika hujan besar datang, apalagi beserta angin kencang. Rasa di hati menjadi tidak nyaman dan seringkali menjadi khawatir yang berlebihan.

Malam ini hujan. Saya sedang duduk di sudut kamar untuk menyelesaikan pekerjaan. Suami saya menyumpal telinganya dengan headset, matanya begitu fokus ke ponselnya sehingga (sepertinya) dia nggak tau bahwa hujan deras telah datang. Saya tiba-tiba merasa takut. Hujan nggak berhenti mengguyur malam. Saya khawatir dengan keadaan. Khawatir dengan kucing saya yang masih di luar rumah. Khawatir dengan cuaca yang tak kunjung terang.

Di tambah berita beberapa hari ini cukup mencekam. Saya mendengar beberapa berita duka. Pertama, tentu aja, berita kecelakaan pesawat yang baru saja terjadi. Mengerikan sekali, dan dukanya kali ini lebih terasa. Rasa melankolis di hati bergejolak melihat berita di layar kaca. Jari tak henti-hentinya mencari informasi di dunia maya. Hati juga tak kalah bergerumuh, memanjatkan besarnya kuasa Tuhan dalam hal apapun, termasuk dalam kematian.

Berita duka kedua sebenarnya adalah berita duka yang cukup lama. Lima tahun silam, teman kuliah saya (di kampus pertama) meninggal karena kecelakaan. Dan, saya baru mendengarnya sekarang. Astaghfirullah! Mendengarnya tak lagi ada di dunia cukup membuat saya tersadar bahwa usia manusia nyata dalam genggaman Tuhan. Kita tak pernah tau kapan giliran kita menghadap Yang Kuasa.

Dan yang terakhir (hope it will be the last condolence I've heard at this moment), adalah ayahnya mantan. Dulu, saya cukup dekat dengan keluarganya mantan yang satu ini. Dekat dengan almarhum ibu dan bapaknya, dan beberapa kakaknya. Akrab dengan keponakannya. Saat mendengar sang bapak telah tiada, hati saya seperti hampa tiba-tiba. Tak menyangka akan secepat ini beliau menghadap. Seketika rasa rindu menyeruak pada keluarga ini, tentu aja tanpa menyentuh memori cinta yang lalu sedikit pun. Biar pun rasa cinta sudah usai, tapi rasa persaudaraan itu sepertinya nggak pernah mati. Hati saya sudah basah oleh kesedihan. Juga ada penyesalan mengapa selama ini menghindar dari tali silaturahmi yang seharusnya saya jaga.

Hujan semakin deras. Hati saya juga makin takut. Sepertinya Tuhan menyuruh saya untuk berdoa. Bahwa apapun yang terjadi, semua adalah dari Tuhan. Kita, apapun caranya, harus menerima dengan lapang dada. Biarpun sakit di dada, tapi kita harus terus melangkah. Tuhan memberikan hujan. Tapi, Tuhan juga sering memberikan matahari yang cerah untuk menunjukkan bahwa dalam keadaan apapun, kita harus bersyukur. Suka dan duka, semua yang diberikan Tuhan, harus kita hadapi dengan ikhlas dan lapang dada.


...deep condolence for the Sriwijaya Air SJ-182
Innalillahi wa inna ilaihi raajiun.


0 komentar